MAKAN

MAKAN
@salimafillah
Apakah yang menjadikan makan terasa begitu istimewa? Barangkali rasa lapar sekaligus siapa kawan bersantapnya.
Saya duga, perjalanan jauh dan kehati-hatian untuk tak sembarang mengudap telah membuat seorang lelaki mulia dalam kunjungannya ke Baghdad kali itu amat keroncongan.
Maka anak-anak Imam Ahmad ibn Hanbal melihat betapa setelah mereka usai makan bersama, si tamu ini menghimpun semua makanan yang tersisa dari tiap wadah ke dalam piringnya dan menghabiskan semuanya. Semuanya.
Lalu diapun beranjak ke pembaringan. Ketika di sepertiga akhir malam Imam Ahmad membangunkan keluarganya untuk qiyamullail, sang tamu tetap tak turun dari peraduannya. Hingga adzan berkumandanglah, maka dia bangkit dari tempat tidur dan berangkat ke Masjid menunaikan Sunnah Fajar dan Shalat Shubuh tanpa berwudhu'. Tanpa berwudhu'.
Tamu ini aneh sekali, pikir putra-putra Imam Ahmad ibn Hanbal. Pertama, makannya banyak sekali. Kedua, tidur semalaman tanpa bertahajjud. Dan ketiga, mengerjakan Shalat Shubuh tanpa bersuci.
Imam Ahmad tersenyum mendengar keberatan putranya. Tapi beliau meminta mereka bertanya sendiri pada sang tamu yang anggun berwibawa.
"Pertama", begitu jawabnya, "Aku yakin bahwa rizqi di rumah keluarga ini adalah salah satu yang tersuci di muka bumi. Maka takkan kusia-siakan keberkahan dari makanan yang disajikan darinya. Jadi kuhabiskan semua."
"Kedua", sambungnya, "Sebenarnya aku tidak tidur, Nak. Semalaman aku merenungkan hadits Rasulillah ketika beliau bersabda pada putra Abu Thalhah yang masih kecil, 'Yaa Aba 'Umair, maa fa'alan nughair? Wahai Abu 'Umair, apa yang dilakukan temanmu si burung mungil?', dan darinya telah kuistinbathkan lebih dari tujuh puluh hukum syari'at."
"Aku juga memilih menyelesaikan tafakkurku", lanjutnya sambil tersenyum, "Dibanding shalat malam, sebab telah sampai riwayat padaku, 'Satu ayat dari ilmu, lebih baik daripada seratus raka'at shalat sunnah.' Maka karena aku semalaman tidak tidur, wudhu'ku sejak 'Isya' belum batal dan dapat kugunakan dalam Shalat Shubuh. Sungguh, menghemat air temasuk kebaikan."
Tamu ini, Muhammad ibn Idris Asy Syafi'i. Orang yang Imam Ahmad rela menyambutnya di gerbang kota lalu menuntun baghalnya sampai ke rumah hingga dia ditegur koleganya, Yahya ibn Ma'in sebagai "merendahkan ilmu hadits".
Apa jawab Imam Ahmad?
"Katakan pada Yahya, jika dia menginginkan kemuliaan seperti ini, marilah ke sini; dia tuntun tunggangan Asy Syafi'i di kanan, aku sebelah kiri."
Tamu ini, Muhammad ibn Idris Asy Syafi'i. Orang yang kelak hingga empatpuluh tahun lamanya namanya tersebut dalam doa sang tuan rumah, hingga putri kecilnya bertanya, "Siapakah dia?"
Dan apa jawab Imam Ahmad?
"Asy Syafi'i adalah mentari bagi siangnya hari dan obat penyembuh bagi sakitnya tubuh. Maka siapa yang tak memerlukan keduanya?"
Seusai menghantar jenazah Ustadz Abu Sa'ad ke pemakaman, beruntunglah kami dapat menadah ilmu dari Ustadz Abdullah Soleh Hadrami, Ustadz Ferry Nur, dan Asatidzah lainnya hafizhahumullah dalam sebuah jamuan kecil yang di dalamnya kami tiru laku Imam Asy Syafi'i yakni soal menghabis-habiskan hidangan di sisi orang shalih dan menadahkan tangan bersama doa-doa mereka.
Di kesempatan ini, para beliau mewedharkan keteladanan Pembina YPI Al Atsary itu dengan rasa kehilangan yang amat dalam.
Ya, siapa kini yang rela ditegur dan disingkiri sesama kolega demi iman, ukhuwah, dan kepedulian terhadap mukminin sedunia seperti Abu Sa'ad yang dengan ringan dan akrabnya menyambungkan diri dan jama'ahnya pada kami di Sahabat Al Aqsha, di KISPA, di berbagai lembaga kemanusiaan lain yang 'bukan siapa-siapa'?
Siapakah yang dengan berani menyambangi saudaranya di Gaza, berakrab dengan para Petinggi Hamas, mengunjungi Aleppo dengan harta dan jiwa yang dibalut cinta? Siapakah yang begitu dicintai para mujahid garis depan karena teguh tekadnya menyambungkan Ahrarusy Syam dengan Jabhah Nushrah -saat itu-, Jaisyul Hurr, hingga berbagai kelompok pejuang lain?
Saya berdoa, seperti doa guru kita Ustadz Abu Qatadah hafizhahullah di depan makam Abu Sa'ad rahimahullah. Wafat satu, semoga lahir seribu yang semisal itu.
Allaahu yarhamhu rahmatan wasi'ah. Jejak 'amalnya di berbagai pelosok negeri ini hingga ke penjuru bumi kan bersaksi atas kebaikannya. Dia telah pergi, tapi pelajaran darinya tuk kami terukir abadi.

Komentar

Postingan Populer